Hakikat pujian adalah hak Allah semata. Manusia tiada berhak atas pujian. Benarkah manusia tidak berhak mendapatkan pujian dari sesama makhluk?
Allah Ta’ala membanggakan atau memuji manusia di hadapan malaikatNya, bagi sesiapa yang bangun pada 1/3 malam dan mendirikan qiamul lail. Bagaimana dengan manusia yang makhluk ciptaan dari Sang Khaliq? Sementara Ia berkenan memuji ciptaanNya? Tidakkah kita boleh memuji atau dipuji diantara sesama manusia?
Manusia tidak dapat lari dari fitrahnya sebagai makhluk ciptaan Allah. Manusia butuh pengakuan dari perbuatan, prestasi, kejayaan atau kesuksesaan yang nyata yang digapai dengan perjuangan dan susah payah. Manusia, nyata sekali butuh pengakuan dari apa yang ia sudah perjuangkan. Manusia juga butuh diterima sebagai bagian dari sebuah komunitas yang ia pilih.
Seorang hamba Allah yang melaksanakan perintahNya dan menjauhi laranganNya, semestinya berharap sesuatu dari kesediaannya untuk patuh dan mengikuti perintah. Kira-kira, kalau tidak ada imbalan, apakah manusia itu akan melaksanakan peritah Allah? Sememangnya, Allah menjanjikan kebaikan yang banyak seperti yang disebutkan dalam Quran diperuntukan bagi hamba-hambaNya yang patuh dan ta’at. Lalu, sekiranya seorang hamba Allah yang shaleh itu tidak menginginkan surga Allah, kenapa ada pikiran dalam dirinya bahwa betulkah atau sudahkah saya beribadah dengan baik? Sudahkah saya melaksanakan perintah Allah seperti yang telah disyari'atkan? Bukankah pertanyaan dalam hati seperti tersebut merupakan kebutuhan terhadap sebuah pengakuan? Bukankah pengakuan itu merupakan adik kakak dengan kata pujian? Atau semata karena dia telah difahamkan tentang sebuah keadaan akhir, sesuatu yang tidak pernah tampak oleh mata, tidak pernah terdengar di telinga dan tidak sekalipun pernah terlintas dipikiran..?
Fitrah manusia membutuhkan pujian atau pengakuan. Mungkin yang menjadi pertanyaan adalah apakah manusia telah mengambil hak Allah?
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam. Manusia diciptakan berdasarkan fitrah Allah dan tiada perubahan pada fitrah Allah. Fitrah -menurut kami- adalah agama Islam itu sendiri (atau bagian darinya). Faham kami tentang fitrah adalah setiap nilai-nilai, norma-norma yang benar dan mutlak yang lahir dan tumbuh seiring penciptaan manusia hingga akhir zaman, serta tidak mungkin dinafikan kebenaranya oleh akal sehat manusia itu sendiri.
Oleh sebab itu, maka agama yang benar itu adalah agama yang mampu dicerna dan diterima oleh akal sehat. Agama yang perintah atau kandungannya tidak bisa diterima oleh akal adalah keluar dari fitrah manusia dan serta merta keluar dari fitrah Allah. Maka diciptakanlah manusia itu dari fitrah Allah. Salah satunya, sekiranya fitrah manusia itu membutuhkan pujian maka niscaya pujian itu mengandung nilai-nilai atau norma-norma kebenaran yang bisa diterima oleh akal. Adalah tidak masuk akal sekiranya manusia memuji seseorang akan tetapi dia tidak melakukan sesuatu apapun!?
Rasulullah saw. menasehati sahabatnya agar melemparkan pasir atau debu ke wajah orang yang memuji kita. Adalah tidak mungkin Rasulullah memerintahkan perbuatan itu sekiranya orang yang memuji ikhlas dan sesuai dengan fakta. Kecuali si pemuji memboncengi pujiannya dengan maksud lain alias basa basi atau asal bos senang… Lebih penting lagi bagi yang menerima pujian adalah menyikapi pujian yang tidak beralasan (sekalipun benar) dengan tidak menghadirkan sifat riya, sombong dan tidak lupa diri. Maka jadikanlah pujian itu seperti pasir atau debu yang dilemparkan. Ia akan hilang di padang pasir atau terbang dibawa angin. Bahkan untuk memotivasi anak-anak kita butuh memuji mereka dengan ucapan, hadiah atau sekedar kata terimakasih… wallahu’alam!
Cari di Ayyadelfath
Posting Terbaru
05 July 2009
Mari Puji Memuji
Labels:
Tela'ah Fikir 'ku
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
0 comments:
Post a Comment