Sebelum pilpres 2004
Pohon beringin tetap rimbun pada pemilu legislatif periode 2004 lalu. 'Pemain lama' memang lebih berpengalaman dalam “pertandingan” politik di tanah air. Terlepas dari ada tidaknya kecurangan yang masih menjamur dikala itu (saat ini bagaimana pulak?), yang menang tetaplah menang… dan semua pihak harus berlapang dada menerimanya. Kecuali mahkamah mampu membuktikan adanya kecurangan fatal dan membatalkan hasil pemilihan umum (nah, kalau batal pasti ongkosnya semakin gede! Hitung-hitung proyek lagi bung!) Hukum siapa berkuasa maka dia yang membuat aturan, maka wajar saja ‘panitia’ pemilu terseleksi dan ada yang berat sebelah bahkan terlibat dalam praktik kecurangan.
Kalau berani jujur, kalangan terdidik (mayoritas menengah ke atas), seperti profesional, kaum kampus dan kelompok ekonomi menengah ke atas yang mandiri, menilai partai 'status quo', berikut sistem dan kader-kader mereka diragukan untuk memimpin bangsa ini kedepannya. Yang menjadi barometer adalah Kalau Ibu kota Negara, Jakarta, mayoritas rakyatnya tidak memilih status quo (di masa itu 2004), apakah itu bukan berarti kepercayaan itu sudah hilang??
Sebab mereka tidak bodoh dan tidak bisa dibodoh-bodohi. Di ibu kota, duit 50,000 tidak bisa membeli akal sehat mereka. Tiap aktivitas pemilu terawasi alias tidak mudah untuk melakukan kecurangan. Lain halnya di daerah-daerah dan di desa-desa, kebanyakan belum sejahtera atau bahkan masih buta dengan data dan fakta. Asal kenal, asal baik, asal janji senang, asal dapat angpau, maka bapak kami pilih…
Indonesia 2004 - 2009
Kita tidak bisa menutup mata terhadap perubahan yang sudah dicapai oleh pemerintahan periode 2004-2009. Perubahan yang mendapatkan apresiasi (dari rakyat kebanyakan) adalah geliat pemberantasan praktik korupsi. Walau hasil yang di dapat masih jauh dari harapan, karena “pelaku” dan “angka” masih tergolong ikan “teri” –belum ikan kakap. Bagaimanpun juga, yang terpenting adalah adanya perubahan dan niat baik dari penguasa.
Hal ini bisa dimengerti karena beberapa pertimbangan. Pertama, karena sistem pemerintahan negara ini sudah seperti benang kusut dari awalnya. Seingat kami, pejabat pengawas keuangan di kala Presiden Megawati, tuan Kwik KG pernah menyatakan bahwa, korupsi di jajaran pemerintah melibatkan hampir 75% pamong praja (pejabat pemerintahan). Mulai dari desa sampai ke pemerintah pusat. Nilai korupsi menyedot sekitar 30% APBN di kala itu atau setara 300 trilyun rupiah. Sementara dana pendidikan nasional saja tidak sampai sepertiganya. Kalau tidak salah sekitar 70 trilyun. Artinya, negara ini seharusnya sanggup mengadakan pendidikan gratis bagi anak bangsa!!! (sekiranya benar, maka seharusnya iklan pendidikan gratis itu benar adanya…)
Oleh karena itu, meskipun pemerintahan yang sedang berjalan, katakanlah memiliki itikat baik, bersih, berani, dan adil, tetap saja sulit menyelesaikan masalah bangsa dalam satu periode pemerintahannya. Apalagi jika dilihat power sharing di legislative periode 2004-2009, tidak mudah bagi eksekutif untuk ngotot mengeksekusi plan action pemerintahannya. Oleh karena itu, periode 2004-2009 merupakan hal yang mustahil sekiranya pemerintah mampu mengatasi praktik korupsi dari 75% pejabat di setiap jajaran pemerintahan dalam waktu singkat. Lagi pulak, kebiasan lama dan memasyarakat, jika dihapus secara mendadak dengan sebuah “kebijakan extreme” akan menimbulkan efek gradual sampai menggoyang pucuk pimpinan (apapun bisa terjadi kalau lawan politik memiliki uang dan mesin yang handal).
Di provinsi Riau, pernah ada bupati yang akan memecat guru sebanyak 7000 orang, karena membangkang dengan kebijakan sang Bupati. Tapi akibatnya dia kalah telak! Sekalipun kebijakannya itu benar dan baik. Dewasa ini tidaklah sama dengan era khalifah arRasyidin, dimana saat itu dibutuhkan ketegasan yang sangat karena Negara (khalifahan) sedang membangun pondasi pemerintahan Islam. Era sekarang suara rakyat jauh lebih berpengaruh dan kuat dari pada kepangkatan atau kekuasaan perorangan. Nah, kira-kira 75% itu semana banyaknya? Kalau sempat berontak serentak (beroposisi), apa tidak akan menggoyang seluruh sistem pemerintahan??? (karena mereka ada diseluruh jajaran dan seluruh wilayah).
Kekuatan di tangan rakyat
Sejarah membuktikan, kekuasaan dan kekuatan sebenarnya bersumber dari bawah –rakyat! Karena itu, kami curiga bahwa melestarikan kebodohan rakyat merupakan proyek pelanggengan kekuasaan… Rakyat pintar maka musuh kekuasaan semakin kuat. Wallahu’alam! Mungkin survey jumlah pemilih kota dan desa dalam kelompok perlu juga diperhatikan dan disosialisasikan. Kebanyakan survey dilakukan hanya untuk kepentingan pihak atau kelompok tertentu demi mengiring opini kepada kepentingan tertentu pula…
Kami ber-fikir kekuatan yang mampu digerakkan oleh kaum menengah bangsa ini. Walaupun jumlahnya masih sedikit dibanding kaum bawah dan sedikit lebih banyak dari kaum elit (kami menyebutnya kaum pelit). Sungguh, kita harus berterimakasih pada saudara-saudara kita yang mendobrak tembok otoriter di penghujung kekuasaan presiden Soeharto dulu. Perlahan tapi pasti, jalan menuju demokrasi yang bebas dan sehat mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan. Dimulai dari mengembalikan militer ke barak, kebebasan pers, otonomi daerah, sampai ke sistem pemilu langsung adalah buah kecil dari pohon reformasi Mei 1998. Walaupun hasilnya belum mengembirakan dan masih banyak yang perlu ‘dikorbankan’ tetap saja perubahan ini harus kita syukuri. Lagipun, umur kita (bulan depan) baru 64 tahun (Amerika butuh 100 tahun baru bisa menyebut diri mereka demokrasi). Proses perubahan ini tidak secepat dan semudah ketuk palu, lalu sidang bubar dan perubahan dapat langsung diperoleh...impossible !!!
Kekuatan informal dari rakyat untuk perubahan bisa bersumber dari kelompok-kelompok sosial atau institusi non profit, dari tokoh-tokoh kharismatik, dan sampai ke rumah tangga. Dalam Islam, tiap-tiap pribadi muslim adalah da’i –yang menyeru kepada amal ma’ruf dan nahi munkar. Jadi tiap muslim sesungguhnya memiliki peran dan tanggung jawab untuk berfikir dan besikap demi kemaslahatan umat dan negerinya. Karena itu, memajukan negeri ini bukan semata tanggung jawab pemerintah atau penguasa. Tetapi juga menjadi tanggung jawab tiap-tiap muslim Indonesia.
Rakyat tidak harus menunggu dan berlepas tangan meskipun ada yang mengurus negeri ini. Karena rakyat juga memiliki tanggung jawab, karena rakyat kita mengemban amanat penciptaannya. Allah memerintahkan kepada umat terakhir ini (ummat Muhammad saw.) untuk menyeru kepada perkara baik (ma’ruf) dan melarang manusia dari mengerjakan perkara yang buruk (mungkar).
Berbuat karena amanah
Sudah banyak institusi, kelompok, bahkan perorangan yang berfkikir dan berkarya untuk memajukan negeri ini. Dan mereka tersebar di seluruh negeri, baik yang terorganisir maupun sendiri-sendiri. Mengapa kita tidak ingin mengambil bagian dari sebuah masa depan yang gemilang bagi negara bangsa ini di masa depan? Walaupun pada masa itu nanti kita mungkin hanyalah sebuah nama. Nama yang terus dikenang oleh anak, atau cucu, atau mungkin cicit. Cukuplah mereka saja yang mendo’akan kebaikan buat kita.
Yang terpenting adalah membina kesadaran masyarakat. Rakyat tidak boleh bodoh, mereka harus disadarkan. Kaum profesioal, terpelajar, dan mandiri (seorang politikus senior menyebutnya masyarakat madani), tidak akan begitu saja percaya dengan pemerintah. Mereka akan menciptakan sistem sendiri dan mengimplementasikannya di lapangan. Sedangkan kelompok kharismatik akan terus mencerahkan pemikiran rakyat melalui taklim, khutbah atau bimbingan-bimbingan yang benar, cerdas dan santun. Sikap dan perbuatan ini harus menyentuh sampai ke desa-desa. Sehinggahlah ke rumah tangga.
Dan ini yang terpenting, kaum muslimin hendaklah mendidik anak-anak mereka dengan benar dan penuh tanggung jawab. Mereka, anak-anak diharapkan akan menjadi generasi baru yang beriman, berilmu, bertaqwa dan beramal shaleh. Generasi yang amanah, bertanggung jawab, berkualitas dan banyak manfaatnya. Sesungguhnya, proses kejayaan negara-bangsa ini kembali kepada kelompok terkecil di masyarakat yaitu rumah tangga! Bayangkan, sekiranya (katakanlah) generasi 2000 tumbuh dan berkembang dengan benar sesuai syariat Islam (ilmu menurut imam alGhazali hanya dua bagian: Ilmu fardu 'ain dan Ilmu fardu kifayah) maka ada berapa generasi emas yang siap tampil memimpin di tahun 2040-2050??? Delapan puluh persen manusia Indonesia dikatan muslim. Satu persen saja dari 250 juta??? karena di saat itu generasi 1900 sudah uzur dan punah!
Untuk sebuah harapan besar. Negara yang adil makmur dan sejahtera bagi seluruh rakyat dan juga dunia! Selamat kami ucapkan kepada siapapun Presiden terpilih 2009-2014. Nasib kita ditangan kita dan Allah tidak akan merubah apapun kecuali kita bersungguh-sungguh ingin merubahnya. Jayalah Negara bangsaku, Indonesia!!! Indonesia Raya!!! Kembali…MERRRDEEKA!!!
Cari di Ayyadelfath
Posting Terbaru
Showing posts with label Dunia Fikir 'ku. Show all posts
Showing posts with label Dunia Fikir 'ku. Show all posts
21 July 2009
Jayalah Negara Bangsaku
Labels:
Dunia Fikir 'ku
07 November 2008
No Change Without Controversy
Perubahan bukanlah tujuan tetapi proses penting yang jauh lebih bernilai dan menentukan dibandingkan sebuah hasil, sekalipun itu adalah sebuah sukses besar. Karena perubahan tidak pernah berhenti hanya pada sebuah sukses besar. Karena sukses hanyalah sebuah titik di sebuah masa di dalam genggaman perubahan.
Abu Ayyad, 8 Zulqaedah 1429 (untuk Barack Obama)
Abu Ayyad, 8 Zulqaedah 1429 (untuk Barack Obama)
Saya teringat, di CNN TV seorang Tony Blair, dikala ia menjabat sebagai perdana mentri Inggris pernah berfalsafah dalam mendukung kampanye koleganya George Bush menginvansi Afghanistan dan perang terhadapat terorisme international. Dia bilang, No Change without Controversy. Entah apa hubungan ‘change’ dengan menginvasi satu negeri Afganistan serta perang melawan terorisme global. Mungkin ia mencoba meyakinkan kaum buruh di negerinya bahwa keputusannya adalah sememangnya controversy dalam mendukung perang terhadapat sebuah negeri berdaulat dan ia tahu mendapat banyak pertentangan dari dalam negeri dan juga dunia. Namun keputusan itu adalah jalan menuju perubahan dan tidak ada perubahan tanpa kontroversi! begitu faham yang dia miliki. Dia tahu pada saat itu tidak ada bukti otentik yang bisa membuktikan bahwa pelakunya adalah Osama b. Laden. TIdak juga sampai hari ini!
Sekitar tujuh tahun setelah filosofi Blair, tahun ini kampanye perubahan marak di Amerika diusung oleh seorang yang mereka katakan cerdas, kharismatik, peduli dan persuasif. Tema perubahan semakin kental ketika Barack Obama menang dalam konvensi Democratic menuju pemilihan presiden. Dan kemarin siang (WIB) saya kembali menyaksikan sebuah tema yang sama di dalam sebuah banner yang bertebaran dimana-mana dengan background biru, di layar TV. CHANGE we Need and CHANGE we believe in and so on... Lautan manusia berjubel menanti sebuah deklarasi kemenangan untuk perubahan dari eorang lelaki Afro-Amerika, Barrack Husein Obama tampil ke panggung bersama anak dan Istrinya. Selang beberapa saat, his first speech as the elected president echoing, menguntai kata-kata sederhana dan mudah difahami semua golongan.
…karena mereka yakin kali ini harus beda dan bahwa suara mereka bisa mendatangkan perbedaan…Barack Obama, 5 November 2008.
…Sudah sekian lama, tapi malam ini, karena apa yang telah kita lakukan hari ini, pada pemilihan kali ini dan pada saat yang menentukan ini, telah mendatangkan perubahan bagi Amerika…Barack Obama, 5 November 2008 (November 4, 2008 Chicago Time).Read the full speech
Dua sosok berbeda, dalam dua kapasitas berbeda dan dengan moment yang pasti berbeda pula. Namun sama-sama menginginkan sebuah perubahan. Bahkan dalam salah satu issue yang lebih spesifik –kalau tidak bisa disamakan, sama-sama mengemban misi perdamaian dalam mengatasi terorisme global.
Falsafah blair untuk misinya mendukung perang meruntuhkan Taliban khususnya dan melawan terorisme global pada umumnya terbukti tidak mendatangkan sukses. Perubahan yang dia fahami dan inginkan bersama pencetusnya (GWB) adalah sebuah proses yang emosional, arogan, menyedihkan serta tanpa nilai. Sebab rencana perubahan itu bergerak dari sebuah konspirasi dari sekolompok kaum yang tidak memiliki identitas dan tidak memiliki tujuan hidup kecuali haus kekuasaan dan kehancuran, bertentangan dengan nilai-nilai luhur kemanusiaan. Mereka adalah kaum yang percaya bahwa benturan peradaban adalah keniscayaan untuk sebuah perubahan. Mereka sesungguhnya lemah, ketakutan dan yang pasti sangat menyedihkan. Perubahan yang dijanjikan hanyalah kedok dan bukan berasal dari perhitungan dan pertimbangan matang untuk kemaslahatan dunia dan manusia. They use instinct to decide and we know instinct is close to what we call hayawan. Masa telah membuktikan satu perubahan yang gagal dalam proses dan hasil sekaligus –NO CHANGE but multidimensional crisis on the world!
Bagaimana dengan perubahan yang baru saja dicanangkan dan menggema ke penjuru dunia dari seorang phenomenon and history maker, Barak Husein Obama Jr.?
Tidak satupun yang bisa memastikan hari depan. Akan tetapi dunia sedang berbisik, sejarah baru saja dimulai. Dunia mungkin akan membuktikan sebuah kalimat popular bahwa “History repeats itself”.
Apakah sejarah Amerika akan berulang ketika Abraham Lincoln menjadi presiden dan merubah Amerika menjadi Negara bebas perbudakan. Kemarin malam waktu Amerika, rakyat Amerika telah memilih dan menciptakan sejarah baru bagi Negara mereka. Presiden baru telah terpilih dengan mengukir permulaan sejarah baru bagi rakyat Amerika.
“Jika ada seseorang di luar sana yang masih ragu bahwa Amerika adalah sebuah tempat di mana segala sesuatu bisa terjadi, yang masih bertanya-tanya apakah mimpi para pendiri bangsa ini masih bisa menjadi kenyataan di masa sekarang, yang masih mempertanyakan kekuatan demokrasi, malam inilah jawaban Anda” President of USA, Barack H. Obama.
Seorang “Democratic American” yang dalam biography-nya dikenal sebagai sosok yang peduli kaum lemah dan memiliki kefahaman dan perspektif baik tentang arti perbedaan. Mungkin saja benar ia akan mengulangi sejarah besar dalam membuat perubahan yang sesungguhnya. Karena dia berwarna tiga benua; Afrika, Amerika dan Asia. Karena dia pernah hidup di tengah-tengah kaum miskin. Karena dia tidak melupakan Ayah serta kampung halaman leluhurnya. Dan karena dia mencintai Ibu serta Negara-bangsa yang membesarkannya.
_______________
I don’t believe you but I do trust you, Mr. President! Next is our turn to make a great history. We promise you!
Baca Selengkapnya......
Labels:
Dunia Fikir 'ku
Subscribe to:
Posts (Atom)