السلام عليكم و رحمة اللة وبركاتة

Cari di Ayyadelfath

Posting Terbaru

21 July 2009

Jayalah Negara Bangsaku

Sebelum pilpres 2004
Pohon beringin tetap rimbun pada pemilu legislatif periode 2004 lalu. 'Pemain lama' memang lebih berpengalaman dalam “pertandingan” politik di tanah air. Terlepas dari ada tidaknya kecurangan yang masih menjamur dikala itu (saat ini bagaimana pulak?), yang menang tetaplah menang… dan semua pihak harus berlapang dada menerimanya. Kecuali mahkamah mampu membuktikan adanya kecurangan fatal dan membatalkan hasil pemilihan umum (nah, kalau batal pasti ongkosnya semakin gede! Hitung-hitung proyek lagi bung!) Hukum siapa berkuasa maka dia yang membuat aturan, maka wajar saja ‘panitia’ pemilu terseleksi dan ada yang berat sebelah bahkan terlibat dalam praktik kecurangan.

Kalau berani jujur, kalangan terdidik (mayoritas menengah ke atas), seperti profesional, kaum kampus dan kelompok ekonomi menengah ke atas yang mandiri, menilai partai 'status quo', berikut sistem dan kader-kader mereka diragukan untuk memimpin bangsa ini kedepannya. Yang menjadi barometer adalah Kalau Ibu kota Negara, Jakarta, mayoritas rakyatnya tidak memilih status quo (di masa itu 2004), apakah itu bukan berarti kepercayaan itu sudah hilang??
Sebab mereka tidak bodoh dan tidak bisa dibodoh-bodohi. Di ibu kota, duit 50,000 tidak bisa membeli akal sehat mereka.
Tiap aktivitas pemilu terawasi alias tidak mudah untuk melakukan kecurangan. Lain halnya di daerah-daerah dan di desa-desa, kebanyakan belum sejahtera atau bahkan masih buta dengan data dan fakta. Asal kenal, asal baik, asal janji senang, asal dapat angpau, maka bapak kami pilih…

Indonesia 2004 - 2009
Kita tidak bisa menutup mata terhadap perubahan yang sudah dicapai oleh pemerintahan periode 2004-2009. Perubahan yang mendapatkan apresiasi (dari rakyat kebanyakan) adalah geliat pemberantasan praktik korupsi. Walau hasil yang di dapat masih jauh dari harapan, karena “pelaku” dan “angka” masih tergolong ikan “teri” –belum ikan kakap. Bagaimanpun juga, yang terpenting adalah adanya perubahan dan niat baik dari penguasa.

Hal ini bisa dimengerti karena beberapa pertimbangan. Pertama, karena sistem pemerintahan negara ini sudah seperti benang kusut dari awalnya. Seingat kami, pejabat pengawas keuangan di kala Presiden Megawati, tuan Kwik KG pernah menyatakan bahwa, korupsi di jajaran pemerintah melibatkan hampir 75% pamong praja (pejabat pemerintahan). Mulai dari desa sampai ke pemerintah pusat. Nilai korupsi menyedot sekitar 30% APBN di kala itu atau setara 300 trilyun rupiah. Sementara dana pendidikan nasional saja tidak sampai sepertiganya. Kalau tidak salah sekitar 70 trilyun. Artinya, negara ini seharusnya sanggup mengadakan pendidikan gratis bagi anak bangsa!!! (sekiranya benar, maka seharusnya iklan pendidikan gratis itu benar adanya…)

Oleh karena itu, meskipun pemerintahan yang sedang berjalan, katakanlah memiliki itikat baik, bersih, berani, dan adil, tetap saja sulit menyelesaikan masalah bangsa dalam satu periode pemerintahannya. Apalagi jika dilihat power sharing di legislative periode 2004-2009, tidak mudah bagi eksekutif untuk ngotot mengeksekusi plan action pemerintahannya. Oleh karena itu, periode 2004-2009 merupakan hal yang mustahil sekiranya pemerintah mampu mengatasi praktik korupsi dari 75% pejabat di setiap jajaran pemerintahan dalam waktu singkat. Lagi pulak, kebiasan lama dan memasyarakat, jika dihapus secara mendadak dengan sebuah “kebijakan extreme” akan menimbulkan efek gradual sampai menggoyang pucuk pimpinan (apapun bisa terjadi kalau lawan politik memiliki uang dan mesin yang handal).

Di provinsi Riau, pernah ada bupati yang akan memecat guru sebanyak 7000 orang, karena membangkang dengan kebijakan sang Bupati. Tapi akibatnya dia kalah telak! Sekalipun kebijakannya itu benar dan baik. Dewasa ini tidaklah sama dengan era khalifah arRasyidin, dimana saat itu dibutuhkan ketegasan yang sangat karena Negara (khalifahan) sedang membangun pondasi pemerintahan Islam. Era sekarang suara rakyat jauh lebih berpengaruh dan kuat dari pada kepangkatan atau kekuasaan perorangan. Nah, kira-kira 75% itu semana banyaknya? Kalau sempat berontak serentak (beroposisi), apa tidak akan menggoyang seluruh sistem pemerintahan??? (karena mereka ada diseluruh jajaran dan seluruh wilayah).

Kekuatan di tangan rakyat
Sejarah membuktikan, kekuasaan dan kekuatan sebenarnya bersumber dari bawah –rakyat! Karena itu, kami curiga bahwa melestarikan kebodohan rakyat merupakan proyek pelanggengan kekuasaan… Rakyat pintar maka musuh kekuasaan semakin kuat. Wallahu’alam! Mungkin survey jumlah pemilih kota dan desa dalam kelompok perlu juga diperhatikan dan disosialisasikan. Kebanyakan survey dilakukan hanya untuk kepentingan pihak atau kelompok tertentu demi mengiring opini kepada kepentingan tertentu pula…

Kami ber-fikir kekuatan yang mampu digerakkan oleh kaum menengah bangsa ini. Walaupun jumlahnya masih sedikit dibanding kaum bawah dan sedikit lebih banyak dari kaum elit (kami menyebutnya kaum pelit). Sungguh, kita harus berterimakasih pada saudara-saudara kita yang mendobrak tembok otoriter di penghujung kekuasaan presiden Soeharto dulu. Perlahan tapi pasti, jalan menuju demokrasi yang bebas dan sehat mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan. Dimulai dari mengembalikan militer ke barak, kebebasan pers, otonomi daerah, sampai ke sistem pemilu langsung adalah buah kecil dari pohon reformasi Mei 1998. Walaupun hasilnya belum mengembirakan dan masih banyak yang perlu ‘dikorbankan’ tetap saja perubahan ini harus kita syukuri. Lagipun, umur kita (bulan depan) baru 64 tahun (Amerika butuh 100 tahun baru bisa menyebut diri mereka demokrasi). Proses perubahan ini tidak secepat dan semudah ketuk palu, lalu sidang bubar dan perubahan dapat langsung diperoleh...impossible !!!

Kekuatan informal dari rakyat untuk perubahan bisa bersumber dari kelompok-kelompok sosial atau institusi non profit, dari tokoh-tokoh kharismatik, dan sampai ke rumah tangga. Dalam Islam, tiap-tiap pribadi muslim adalah da’i –yang menyeru kepada amal ma’ruf dan nahi munkar. Jadi tiap muslim sesungguhnya memiliki peran dan tanggung jawab untuk berfikir dan besikap demi kemaslahatan umat dan negerinya. Karena itu, memajukan negeri ini bukan semata tanggung jawab pemerintah atau penguasa. Tetapi juga menjadi tanggung jawab tiap-tiap muslim Indonesia.

Rakyat tidak harus menunggu dan berlepas tangan meskipun ada yang mengurus negeri ini. Karena rakyat juga memiliki tanggung jawab, karena rakyat kita mengemban amanat penciptaannya. Allah memerintahkan kepada umat terakhir ini (ummat Muhammad saw.) untuk menyeru kepada perkara baik (ma’ruf) dan melarang manusia dari mengerjakan perkara yang buruk (mungkar).

Berbuat karena amanah
Sudah banyak institusi, kelompok, bahkan perorangan yang berfkikir dan berkarya untuk memajukan negeri ini. Dan mereka tersebar di seluruh negeri, baik yang terorganisir maupun sendiri-sendiri. Mengapa kita tidak ingin mengambil bagian dari sebuah masa depan yang gemilang bagi negara bangsa ini di masa depan? Walaupun pada masa itu nanti kita mungkin hanyalah sebuah nama. Nama yang terus dikenang oleh anak, atau cucu, atau mungkin cicit. Cukuplah mereka saja yang mendo’akan kebaikan buat kita.

Yang terpenting adalah membina kesadaran masyarakat. Rakyat tidak boleh bodoh, mereka harus disadarkan. Kaum profesioal, terpelajar, dan mandiri (seorang politikus senior menyebutnya masyarakat madani), tidak akan begitu saja percaya dengan pemerintah. Mereka akan menciptakan sistem sendiri dan mengimplementasikannya di lapangan. Sedangkan kelompok kharismatik akan terus mencerahkan pemikiran rakyat melalui taklim, khutbah atau bimbingan-bimbingan yang benar, cerdas dan santun. Sikap dan perbuatan ini harus menyentuh sampai ke desa-desa. Sehinggahlah ke rumah tangga.

Dan ini yang terpenting, kaum muslimin hendaklah mendidik anak-anak mereka dengan benar dan penuh tanggung jawab. Mereka, anak-anak diharapkan akan menjadi generasi baru yang beriman, berilmu, bertaqwa dan beramal shaleh. Generasi yang amanah, bertanggung jawab, berkualitas dan banyak manfaatnya. Sesungguhnya, proses kejayaan negara-bangsa ini kembali kepada kelompok terkecil di masyarakat yaitu rumah tangga! Bayangkan, sekiranya (katakanlah) generasi 2000 tumbuh dan berkembang dengan benar sesuai syariat Islam (ilmu menurut imam alGhazali hanya dua bagian: Ilmu fardu 'ain dan Ilmu fardu kifayah) maka ada berapa generasi emas yang siap tampil memimpin di tahun 2040-2050??? Delapan puluh persen manusia Indonesia dikatan muslim. Satu persen saja dari 250 juta??? karena di saat itu generasi 1900 sudah uzur dan punah!

Untuk sebuah harapan besar. Negara yang adil makmur dan sejahtera bagi seluruh rakyat dan juga dunia! Selamat kami ucapkan kepada siapapun Presiden terpilih 2009-2014. Nasib kita ditangan kita dan Allah tidak akan merubah apapun kecuali kita bersungguh-sungguh ingin merubahnya. Jayalah Negara bangsaku, Indonesia!!! Indonesia Raya!!! Kembali…MERRRDEEKA!!!


0 comments:

Post a Comment

Email-kan saya update posting dari Ayyad

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner