السلام عليكم و رحمة اللة وبركاتة

Cari di Ayyadelfath

Posting Terbaru

08 October 2008

Perkara Makruh

Teringat nasehat dari seorang sahabat tentang melakukan perkara yang makruh. Nasehatnya, "Tinggalkanlah yang makruh kalau tidak ibadah kita tidak akan pernah sempurna."

Perkara meninggalkan yang makruh ini bukanlah perkara mudah bagi kebanyakan muslim. Sebab perbuatan atau amalan makruh ini sudah menjadi hal kebiasaan ditengah muslim kebanyakan. Ambil contoh, merokok (kalau kita masih "condong" tidak mengatakan haram). Berapa banyak ummat muslim laki-laki yang melakukan perbuatan merokok ini? Pasti akan sangat banyak dibanding yang tidak merokok. Dan berapa banyak pulak laki-laki muslim yang akan memikul dosa "besar" sekiranya perilaku merokok ini difatwakan haram keatas semua muslim berakal tanpa terkecuali!? masyaAllah, mungkin jumlahnya masih 8 dalam tiap 10 orang... Wallahu'alam!


Dibulan Ramdhan tahun ini, seorang jama'ah mesjid meminta kami untuk mengisi kuliah subuh ataupun mengisi ceramah malam tarawih. Dua hari yang lepas pulak, seorang tua -yang dah macam orang tua sendiri- bertanya heran, "Kenapa tak mau mengisi kuliah subuh selama Ramdhan yang lalu?"

Sejenak kami terdiam. Lalu teringatlah apa nasehat seorang sahabat yang dulu pernah diamanahkan kepada kami. "Tinggalkanlah yang makruh, sebab ia menjadikan ibadah kita tidak sempurna". Lalu apa pulak kaitannya dengan berceramah atau mengisi kuliah subuh?

Selanjutnya kami sahut pertanyaan orang tua kami yang bertanya tadi. Begini, sebab kami ini masih suka melakukan perkara yang makruh. Menurut hemat kami, mengisi ceramah atau kuliah pendek, menjadi imam atau ringkasnya menjadi orang yang dipandang "beragama" yang bagus hendaklah menampakkan akhlak yang bagus pulak. Ia tidak boleh lagi mengerjakan perkara makruh yang banyak dilakukan kebanyakan kaum muslim. Ia juga tidak boleh terlihat masih berleha-leha kita azan sudah dikumandangkan. Ia bahkan tak boleh banyak bergurau -menyia-nyiakan masa tanpa mendatangkan faedah (sesekali dan dalam suatu keadaan mestilah boleh). Dan banyak lagi perkara "sumbang" yang mesti ia jauhkan dari kebiasaan hari-harinya.

Pendek kata, menjadi penceramah atau khatib, atau mengisi pengajian agama, atau menjadi imam adalah bukan perkara ringan. Ia akan menjadi suri tauladan bagi jama'ahnya. Dan ia akan menjadi kebanggaan bagi jama'ahnya dengan akhlak-nya yang bagus. Ia tidak pernah diharapkan menjadi orang "berilmu agama" tapi karena akhlaknya yang kurang bagus, Ia mencoreng wajah agama dan kaum berilmu terdahulu yang pernah mengangkat derjat ummat ini menjadi yang terbaik di masa lalu -terlebih dihadapan musuh-musuh alHaq!

Jadi, kami ini tak sanggup memikul nya. Sebab kami masih lagi melakukan perkara-perkara yang makruh.

Orang tua kami itu menapik pulak. Kalau semua orang berfikir macam ini, lalu siapa yang akan maju ke depan? Bakal tak adalah orang yang nak mengurus ummat ini!, begitu keberatan fikirannya.

Kami melanjutkan, kalaulah semua yang kategori-nya sama macam kami ini bersabar sebelum menjadi pantas untuk maju, insyaAllah 'ulama (baca: orang-orang berilmu agama)yang sebenarnya, insyaAllah akan keluar! Karena ia akan berdosa membiarkan ummat tersesat sementara amanah ilmu adalah menyampaikan ilmunya melalui amal ma'ruf nahi munkar.

Untuk masa ini, 'kan sudah banyak warga kita yang berilmu dan mau tampil memberikan tauziah serta memimpin shalat di mesjid. Siapalah kami yang tak faham ini lagi fakir ilmu nak ikut-ikutan pulak..? Tapi sekedar berbagi dengan orang-orang dekat tidak lah mengapa. Salah siket senang nak minta maaf... :), begitulah kami tutup topik ini dengan orang tua kami tadi. Wallahu'alam!!! (Syawal 8, 1429H)

0 comments:

Post a Comment

Email-kan saya update posting dari Ayyad

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner